Rabu, 01 April 2009

Memahami Hujan

di Situ Gintung,
seorang bapak,Pak Oscar namanya.Istri dan empat anaknya meninggal.Dia....menangis.Dan tangisannya itu, auw ,cukup mengiris sati sisi di hatiku.Aku ndak tau apa aku juga akan 'hanya menangis' jika saat bangun pagi yang kutemui adalah jenazah Papa,Mama dan adik2ku yang sudah dingin dan membeku.
Kupikir kau ndak akan merasa jika kau sedang berlebihan jika kau sedang,seperti aku sekarang,mencoba memposisikan dirimu sebagai Pak Oscar.Atau juga,apakah kau akan 'hanya menangis' ketika sahabat yang kaucari di puing2 sekolah (seperti kesaksian si Jono),dagingnya lumer membusuk di telapak tanganmu saat kau coba mengangkat tubuhnya?Hoooaaa.Hujan;

hujan kesedihan,hujan kegalauan,hujan ke-"nggak tau harus ngapain"-an,hujan airmata,hujan,hujan,hujan dan hujan yang dingin plus menyebalkan,dan berpotensi menjadi badai.Aku mahfum kalau semisal satelah peristiwa itu mungkin nama yang akan sering dikutuki adalah Tuhan dan pemerintah,dan kata tanya "mengapa" akan menjadi kata yang sering diucapkan di dalam hati.
Pasti pernah lah kita merasakan 'hujan badai' yang pernah ato sedang turun deras di dalam rangkaian cerita hidup kita yang membuat kita jadi runtuh seperti tanggul itu,membuat kita berada di titik terendah ,harapan habis seperti air di tanggul itu.Sudah hujan,becek (bukan beichek),mungkin malah mati lampu sekalian,gak ada yang lain yang biasanya dilakukan selain mengeluh,menangis dan marah kepada Sang Penurun Hujan.Hujan memang sesuatu yang gak bisa dicegah datangnya oleh siapapun.Arnold Suasanaseger pun pasti bakalan ngiyup (baca :berteduh) kalo hari hujan saat dia jalan2 di gembiraloka ya kan?hhehehe.

Hujan itu hujan.Artinya ya, hujan memang sudah ada jadwalnya,sudah diatur di Buku Kehidupan kapan akan turun hujan dalam hidupmu dan hidupku.Dan artinya lagi,kita nggak bisa usul jadwal sama Si Pembuat Hujan kapan kita mau hujan itu turun.Dan yang jelas,kita nggak akan bisa menolak hujan yang sudah turun.Mana ada hujan balik lagi ke atas?Bagian kita akhirnya,ya cuma harus segera memikirkan apa yang akan kita lakukan jika hujan itu datang kan?.Macem2 kok.Kita bisa memutuskan sendiri apakah kita akan marah,menjerit2,atau mengasingkan diri,atau mendendam pada Sang Penurun Hujan lantaran acara dating kita dengan the gebetan gagal gara2 hujan.Reaksi itu bisa dipilih,dan apa yang kita pilih itulah yang akan menentukan seberapa resistensi dan daya tahan kita terhadap hujan.
Aku belajar dari keluargaku tentang bagaimana menikmati hujan.Biasanya kalau malam hujan dan mati lampu,yang kami lakukan hanya menyalakan satu lampu minyak dan kami semua duduk mengintari lampu itu.Dan ayahku mulai memainkan gitarnya,kami mengobrol tentang apa saja,bahkan sesuatu yang yang mungkin itu tak sempat kami obrolkan jika hari tidak hujan dan lampu tidak mati.Semula aku bertanya-tanya mengapa mereka tidak panik menyalakan lampu saver neon yang terang dan berusaha menadah air yang menetes dari genteng yang bocor di garasi untuk melindungi motor kesayangan mereka.Hingga akhirnya beliau berkata,
"Hujan itu enaknya dinikmati,"
Hujan memang akan turun dan pelangi mungkin tak akan muncul sesudahnya.Mungkin dingin dan kita tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi yang penting bukanlah soal pelangi yang akan kita lihat,bukan soal seberapa hebat diri kita menjadi pawang hujan yang mampu menghentikan hujan.
Tapi,
Seberapa peka kita membaca setiap tetes air sebagai penghiburan,seberapa rendah hati kita untuk tidak berusaha dengan segala cara menghentikan hujan itu seperti pawang hujan,
Tetapi untuk tetap menikmati,
Duduk dan berdiam,bahkan bernyanyi,bahkan bersyukur akan hujan yang akan dan sedang deras.Barangkali,dan pasti,akan kita temukan kekuatan dan sesuatu yang tidak kita tahu sebelumnya.Tuhan kadang berbicara bukan lewat sesuatu yang bombastis dan dengan megah,tapi bisa jadi Dia hanya akan bicara lewat serangga yang mungkin memang tak bersuara.
Tunggu hingga lampu menyala dan temukan senyumanmu sendiri.

Karena hujan ada bukan untuk diratapi,tetapi untuk dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar